Selasa, 16 Oktober 2012

Mau dikemanakan Sumber Daya Manusia Indonesia ?


Pada saat interview penerimaan karyawan baik operator mau staf, kami selalu mengajukan tes matematika sederhana. Untuk tingkat operator biasanya diajukan tes di tempat seperti 81- 48 : 3. Sedangkan level staf dengan soal seperti √81 x 7 – 48 : 3 – 1. Tujuannya adalah untuk melihat kemampuan dalam menghitung dan untuk mengetahui apakah tata cara penghitungan dan apakah mematuhi aturan cara penghitungan tersebut. Ternyata masih banyak pelamar baik untul level operator dan staf yang walaupun mendapatkan nilai matematika 9 ke atas di SMA/SMK tidak dapat menjawab dengan benar soal yang mungkin levelnya SD atau SMP. Dalam hati saya sedih melihat kondisi seperti itu.. Apakah begitu rendahnya level pendidikan sekolah menengah di Indonesia saat ini ? Sehingga untuk kesulitan untuk menjawab hal tersebut. Benarkah sudah lupa dengan hal-hal yang mendasar seperti soal diatas ?

Disamping itu, karena kesempatan kerja yang sulit, terkadang ada juga lulusan universitas dari bidang-bidang kimia, pertanian yang mencoba mengadu nasib pada bidang pekerjaan yang berbeda dengan latar belakang pendidikannya…. Saya prihatin dengan kondisi seperti ini. Kebijakan pendidikan Indonesia, apa yang hendak dituju ? Mau kemana Indonesia hendak dibawa ?

Seringkali sebagai warga negara kita tidak jelas apa target Negara Indonesia.
Negara Industri ? Negara Agraris ? Negara penyedia jasa ? atau semuanya ? Pada saat saya SD dan SMP yang merupakan masa-masa “indoktrinasi Pancasila”, semua siswa diwajibkan untuk menghafal Pancasila, Pedoman Penghatan dan Pengamalan Pancasila (P4), UUD 45, Isi GBHN maupun Repelita dan tahapan-tahapannya. Dengan pembelajaran itu, hal yang terasa adalah adanya tujuan yang jelas apa tahapan-tahapan yang akan dicapai oleh Negara, walaupun dalam prakteknya masih banyak yang tidak sesuai dengan kenyataan, karena banyaknya pelaksana-pelaksana di lapangan yang bersikap ABS (Asal Bapak Senang).

Pada saat saat SMP dan SMA, saya mempunyai idola yaitu seorang warga Indonesia yang dipanggil pulang dari pekerjaanya di Luar Negeri untuk memimpin suatu badan yang kelaknya menjadi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, yaitu Bapak BJ Habibie. Seorang Indonesia yang mempunyai kepercayaan diri yang tinggi dan membuktikannya bahwa SDM Indonesia tidak kalah dengan SDM bangsa lain. Dengan visi dan mimpi Beliau, dikirimkanlah SDM Indonesia untuk belajar ke Luar Negeri yaitu ke Jerman, Belanda, Jepang, Amerika, Inggris dll untuk menimba ilmu.. Memang pada masa tersebut terjadi perdebatan Sumitronomics maupu Habibienomics. Tetapi yang jelas ada usaha untuk menentukan suatu visi, mau kemana Negara Indonesia tercinta ini akan dibawa. Setelah setelah pengiriman mahasiswa-mahasiswa asing ke Luar Negeri dan mereka balik ke Tanah Air, mulai timbul masa-masa ketidakpastian akan dibawa kemana negara ini, sebagai contoh, sepanjang yang saya ketahui tidak ada negara di dunia yang mengadopsi sistem telekomunikasi seberagam Indonesia. Dimulai dari awal menerapkan sistem Nordic, sistem CDMA lalu GSM, kemudian sempat ingin menerapkan PHP, dst. Dst, dst…. Bukan main. Yang saya pahami dari hal tersebut adalah pemborosan yang timbul di pihak pelanggan, karena harus gonta-ganti piranti telekomunikasi. Tidak ada kejelasan kebijakan tersebut berpengaruh terhadap kedalaman pengetahuan SDM Indonesia yang berpengaruh, tahu banyak tetapi dangkal. Apalagi setelah pergantian pemerintahan Mantan presiden Soeharto dan Habibie, apa yang dilakukan kedua mantan presiden tersebut seperti dinafikkan semua ? Apa yang selama ini dilakukan dianggap tidak tepat… Apa yang terjadi sekarang ? Kondisi yang dirasakan adanya ketidakjelasan hendak mau dikemanakan Negera ini ? Apa yang hendak dimunculkan sebagai kompetensi yang akan dicapai oleh Negara ini ? Dengan ketidakjelasan tersebut, akhirnya berdampak pada kemana Sumber Daya Manusia Indonesia yang notabene per individu banyak yang pintar bahkan genius… menjadi tidak bermanfaat ? Orang per orang memang mendapatkan kesuksesan, tetapi secara Negara tidak mencapai pelompatan yang jauh dibandingkan negara yang dahulu selevel atau levelnya di bawah Indonesia.

Mantan Presiden Habibie juga menunjukkan kegalauannya. Kegalauannya adalah, apa yang diimpikan oleh pemimpin-pemimpin kita terdahulu tentang Industri Strategis terancam dilikuidasi untuk kepentingan-kepentingan sesaat, tanpa ada kejelasan visi apa yang akan dicapai di masa yang akan mendatang.

Nah apa yang sebenarnya perlu dilakukan ? sebagai praktisi SDM akhir-akhir ini saya sangat terkesan dengan filsafat Ki Hajar Dewantoro sebagai tokoh dalam bidang pendidikan. Beliau mewariskan kata bijak : Ing ngarso sung tulodo, Ing madyo mangun karso dan Tut Wuri Handayani. Pola pikir ini, saya yakini ternyatan sangat universal dan merupakan tahap cara bertindak seorang pemimpin, pembimbing. Bukan merupakan pilihan.
Tahap pertama adalah tahap Ing ngarso sung tulodo, di depan memberikan contoh. Pada tahap awal pendidikan, contohlah yang harus diutamakan. Pada saat orang tua mempunyai anak kecil, contoh perilaku, kedisiplinan diserap dengan baik dengan orang tua memberi contoh. Baik buruknya contoh akan serta merta ditiru. Begitu pula negara. Pada saat negara masing berkembang, contohlah yang diperlukan. Contoh Negarawan bertindak, berperilaku yang akan ditiru oleh rakyatnya. Dan Instruksinya juga harus sesuai dengan perilakunya.

Tahap kedua adalah tahap Ing madyo mangun karso, di tengah membangun semangat (terjemahan bebas). Pada saat anak sudah mulai ABG, remaja sudah mulai menunjukkan ke-aku-annya yang ingin diakui. Nah pada saat ini orang tua diharapkan mulai mengurangi instruksi yang harus diberikan dan mulai menggali potensi-potensi berdasarkan keinginan dari ABG tersebut. Bagaiman dengan Negara, apabila rakyatnya ”sudah mulai terdidik”, paham mengetahui manfaat dari peraturan-peraturan, Negarawan mulai mengurangi instruksi-instruksi kepada rakyat-rakyat dan mulai menyerap aspirasi-aspirasi rakyatnya untuk diwujudkan dalam perbaikan-perbaikan perencanaan negara.

Tahap ketiga adalah tahap Tut Wuri Handayani, di belakang mendorong anak didik untuk melakukan sesuatu. Pada saat anak sudah mulai dewasa, orang tua dibutuhkan sebagai tempat untuk konsultasi anak. Anak perlu tempat berkonsultasi apakah yang dilakukannya sudah benar atau tidak. Pada tahap negara sudah maju, rakyatlah yang berperan aktif untuk menentukan kemana negara ini akan dibawa. Begitulah yang saya coba pahami.

Bagaimana dengan negara kita ? Setelah beberapa lama jalan ditempat dan tidak ada kejalasan mau kemana Negara ini hendak dibawa, saya merasakan Indonesia masih sebagai negara berkembang, negara balita dalam ”keterdidikan” rakyatnya. Jadi dalam tahap ini, Pemimpinlah yang harus memberi contoh, menunjukkan dengan jelas mau kemana Negara ini dibawa. Kejelasan arah yang ditunjuk, perlu dijabarkan lagi dengan JELAS pada aturan-aturan pemerintah dibawahnya, sehingga arah pendidikan juga JELAS dan tidak gonta-ganti berdasarkan keinginan pribadi-pribadi yang ingin membuat JEJAK yang egois pribadi tapi tidak berkelanjutan. Kita butuh PEMIMPIN yang memberi contoh dan konsisten membimbing rakyatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar