Pada
saat interview penerimaan karyawan baik operator mau staf, kami selalu mengajukan
tes matematika sederhana. Untuk tingkat operator biasanya diajukan tes di
tempat seperti 81- 48 : 3. Sedangkan level staf dengan soal seperti √81 x 7 – 48 : 3 – 1. Tujuannya adalah untuk melihat kemampuan
dalam menghitung dan untuk mengetahui apakah tata cara penghitungan dan apakah
mematuhi aturan cara penghitungan tersebut. Ternyata masih banyak pelamar baik
untul level operator dan staf yang walaupun mendapatkan nilai matematika 9 ke
atas di SMA/SMK tidak dapat menjawab dengan benar soal yang mungkin levelnya SD
atau SMP. Dalam hati saya sedih melihat kondisi seperti itu.. Apakah begitu
rendahnya level pendidikan sekolah menengah di Indonesia saat ini ? Sehingga untuk
kesulitan untuk menjawab hal tersebut. Benarkah sudah lupa dengan hal-hal yang
mendasar seperti soal diatas ?
Disamping itu, karena kesempatan kerja yang
sulit, terkadang ada juga lulusan universitas dari bidang-bidang kimia, pertanian
yang mencoba mengadu nasib pada bidang pekerjaan yang berbeda dengan latar
belakang pendidikannya…. Saya prihatin dengan kondisi seperti ini. Kebijakan
pendidikan Indonesia ,
apa yang hendak dituju ? Mau kemana Indonesia hendak dibawa ?
Seringkali sebagai warga negara kita tidak
jelas apa target Negara Indonesia .
Negara Industri ? Negara Agraris ? Negara
penyedia jasa ? atau semuanya ? Pada saat saya SD dan SMP yang merupakan
masa-masa “indoktrinasi Pancasila”, semua siswa diwajibkan untuk menghafal
Pancasila, Pedoman Penghatan dan Pengamalan Pancasila (P4), UUD 45, Isi GBHN
maupun Repelita dan tahapan-tahapannya. Dengan pembelajaran itu, hal yang
terasa adalah adanya tujuan yang jelas apa tahapan-tahapan yang akan dicapai
oleh Negara, walaupun dalam prakteknya masih banyak yang tidak sesuai dengan
kenyataan, karena banyaknya pelaksana-pelaksana di lapangan yang bersikap ABS
(Asal Bapak Senang).
Pada saat saat SMP dan SMA, saya mempunyai
idola yaitu seorang warga Indonesia yang dipanggil pulang dari pekerjaanya di
Luar Negeri untuk memimpin suatu badan yang kelaknya menjadi Badan Pengkajian
dan Penerapan Teknologi, yaitu Bapak BJ Habibie. Seorang Indonesia yang
mempunyai kepercayaan diri yang tinggi dan membuktikannya bahwa SDM Indonesia
tidak kalah dengan SDM bangsa lain. Dengan visi dan mimpi Beliau, dikirimkanlah
SDM Indonesia untuk belajar ke Luar Negeri yaitu ke Jerman, Belanda, Jepang,
Amerika, Inggris dll untuk menimba ilmu.. Memang pada masa tersebut terjadi
perdebatan Sumitronomics maupu Habibienomics. Tetapi yang jelas ada usaha untuk
menentukan suatu visi, mau kemana Negara Indonesia tercinta ini akan dibawa.
Setelah setelah pengiriman mahasiswa-mahasiswa asing ke Luar Negeri dan mereka
balik ke Tanah Air, mulai timbul masa-masa ketidakpastian akan dibawa kemana
negara ini, sebagai contoh, sepanjang yang saya ketahui tidak ada negara di
dunia yang mengadopsi sistem telekomunikasi seberagam Indonesia. Dimulai dari
awal menerapkan sistem Nordic, sistem CDMA lalu GSM, kemudian sempat ingin menerapkan
PHP, dst. Dst, dst…. Bukan main. Yang saya pahami dari hal tersebut adalah
pemborosan yang timbul di pihak pelanggan, karena harus gonta-ganti piranti
telekomunikasi. Tidak ada kejelasan kebijakan tersebut berpengaruh terhadap
kedalaman pengetahuan SDM Indonesia yang berpengaruh, tahu banyak tetapi
dangkal. Apalagi setelah pergantian pemerintahan Mantan presiden Soeharto dan
Habibie, apa yang dilakukan kedua mantan presiden tersebut seperti dinafikkan
semua ? Apa yang selama ini dilakukan dianggap tidak tepat… Apa yang terjadi
sekarang ? Kondisi yang dirasakan adanya ketidakjelasan hendak mau dikemanakan
Negera ini ? Apa yang hendak dimunculkan sebagai kompetensi yang akan dicapai
oleh Negara ini ? Dengan ketidakjelasan tersebut, akhirnya berdampak pada
kemana Sumber Daya Manusia Indonesia
yang notabene per individu banyak yang pintar bahkan genius… menjadi tidak
bermanfaat ? Orang per orang memang mendapatkan kesuksesan, tetapi secara
Negara tidak mencapai pelompatan yang jauh dibandingkan negara yang dahulu
selevel atau levelnya di bawah Indonesia .
Mantan Presiden Habibie juga menunjukkan
kegalauannya. Kegalauannya adalah, apa yang diimpikan oleh pemimpin-pemimpin kita
terdahulu tentang Industri Strategis terancam dilikuidasi untuk
kepentingan-kepentingan sesaat, tanpa ada kejelasan visi apa yang akan dicapai
di masa yang akan mendatang.
Nah apa yang sebenarnya perlu dilakukan ?
sebagai praktisi SDM akhir-akhir ini saya sangat terkesan dengan filsafat Ki
Hajar Dewantoro sebagai tokoh dalam bidang pendidikan. Beliau mewariskan kata
bijak : Ing ngarso sung tulodo, Ing madyo mangun karso dan Tut Wuri Handayani. Pola pikir ini, saya yakini ternyatan sangat
universal dan merupakan tahap cara bertindak seorang pemimpin, pembimbing.
Bukan merupakan pilihan.
Tahap pertama adalah
tahap Ing ngarso sung tulodo, di depan memberikan contoh. Pada tahap awal
pendidikan, contohlah yang harus diutamakan. Pada saat orang tua mempunyai anak
kecil, contoh perilaku, kedisiplinan diserap dengan baik dengan orang tua
memberi contoh. Baik buruknya contoh akan serta merta ditiru. Begitu pula
negara. Pada saat negara masing berkembang, contohlah yang diperlukan. Contoh
Negarawan bertindak, berperilaku yang akan ditiru oleh rakyatnya. Dan
Instruksinya juga harus sesuai dengan perilakunya.
Tahap kedua adalah
tahap Ing madyo mangun karso, di tengah membangun semangat (terjemahan bebas).
Pada saat anak sudah mulai ABG, remaja sudah mulai menunjukkan ke-aku-annya
yang ingin diakui. Nah pada saat ini orang tua diharapkan mulai mengurangi
instruksi yang harus diberikan dan mulai menggali potensi-potensi berdasarkan
keinginan dari ABG tersebut. Bagaiman dengan Negara, apabila rakyatnya ”sudah
mulai terdidik”, paham mengetahui manfaat dari peraturan-peraturan, Negarawan
mulai mengurangi instruksi-instruksi kepada rakyat-rakyat dan mulai menyerap
aspirasi-aspirasi rakyatnya untuk diwujudkan dalam perbaikan-perbaikan
perencanaan negara.
Tahap ketiga adalah
tahap Tut Wuri Handayani, di belakang mendorong anak didik untuk melakukan
sesuatu. Pada saat anak sudah mulai dewasa, orang tua dibutuhkan sebagai tempat
untuk konsultasi anak. Anak perlu tempat berkonsultasi apakah yang dilakukannya
sudah benar atau tidak. Pada tahap negara sudah maju, rakyatlah yang berperan
aktif untuk menentukan kemana negara ini akan dibawa. Begitulah yang saya coba
pahami.
Bagaimana dengan
negara kita ? Setelah beberapa lama jalan ditempat dan tidak ada kejalasan mau
kemana Negara ini hendak dibawa, saya merasakan Indonesia masih sebagai negara
berkembang, negara balita dalam ”keterdidikan” rakyatnya. Jadi dalam tahap ini,
Pemimpinlah yang harus memberi contoh, menunjukkan dengan jelas mau kemana
Negara ini dibawa. Kejelasan arah yang ditunjuk, perlu dijabarkan lagi dengan
JELAS pada aturan-aturan pemerintah dibawahnya, sehingga arah pendidikan juga
JELAS dan tidak gonta-ganti berdasarkan keinginan pribadi-pribadi yang ingin
membuat JEJAK yang egois pribadi tapi tidak berkelanjutan. Kita butuh PEMIMPIN
yang memberi contoh dan konsisten membimbing rakyatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar